Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa
oleh : Ali Salmande
Baik Perbuatan Melawan Hukum (Onrechtmatige Daad) maupun Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa (Onrechtmatige Overheidsdaad) diatur oleh ketentuan atau dasar hukum yang sama. Yakni, Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek).
Pasal 1365 KUHPer berbunyi, ‘Tiap
perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut.
Berdasarkan pasal di atas, setidaknya ada lima unsur yang harus dipenuhi;
(1) adanya perbuatan;
(2) perbuatan itu melawan hukum;
(3) adanya kerugian;
(4) adanya kesalahan; dan
(5) adanya hubungan sebab akibat (kausalitas) antara perbuatan melawan hukum dengan akibat yang ditimbulkan.
Kelima unsur di atas bersifat
kumulatif, sehingga satu unsur saja tidak terpenuhi akan menyebabkan
seseorang tak bisa dikenakan pasal perbuatan melawan hukum (“PMH”).
Perbedaan antara PMH dengan PMH
oleh penguasa hanya terletak pada subjeknya. Bila dalam PMH biasa,
subjeknya adalah perorangan atau badan hukum. Sedangkan, PMH oleh
penguasa harus dilakukan oleh penguasa. Lalu, siapa yang bisa termasuk
kategori penguasa?
Ujang Abdullah saat menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara (“PTUN”) Palembang pernah menulis makalah yang berjudul ‘Perbuatan Melawan Hukum oleh Penguasa’.
Dalam makalah tersebut dijelaskan antara lain bahwa pengertian penguasa
tidak hanya meliputi instansi-instansi resmi yang berada dalam
lingkungan eksekutif di bawan Presiden akan tetapi termasuk juga
Badan/Pejabat lain yang melaksanakan urusan pemerintahan.
Peraturan perundang-undangan tak
mengatur secara spesifik kebijakan atau PMH oleh penguasa apa saja yang
bisa digugat ke peradilan umum (Pengadilan Negeri). Namun perlu Anda
ketahui, selain di peradilan umum, PMH oleh penguasa bisa juga digugat
ke PTUN.
Nah, di PTUN ini, kebijakan
penguasa apa saja yang bisa digugat diatur secara spesifik. Yakni,
Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang bersifat konkret, individual, dan final (lihat Pasal 1 angka 9 UU No. 51 Tahun 2009).
Artinya, untuk perbuatan penguasa yang bersifat konkret, individual,
dan final tidak bisa digugat ke Pengadilan Negeri karena sudah ada forum
lain, yaitu PTUN yang berwenang memeriksanya.
Demikian jawaban kami, semoga dapat dipahami.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie atau BW, Staatsblad 1847 No. 23)
2. Undang-Undang No. 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
www.hukumonline.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar