Rabu, 17 Agustus 2011

Cek Pelawat, Alat Korupsi ‘Favorit’

Cek Pelawat, Alat Korupsi ‘Favorit’

Peningkatan indeks persepsi korupsi Indonesia, walaupun pergerakannya relatif lamban, ternyata tidak berbanding lurus dengan kenyataan di lapangan. Dari segi jumlah, perkara korupsi justru semakin meningkat. Modusnya pun semakin beragam dan canggih. Namun, apapun modusnya, pada intinya transaksi korupsi khususnya yang berkaitan dengan pemberian uang, dilakukan dengan dua metode yakni tunai dan non tunai. Metode kedua umumnya menggunakan jasa perbankan.

Transaksi korupsi melalui jasa perbankan semakin hari semakin canggih. Untuk merespon “kecanggihan” aparat penegak hukum, para pelaku korupsi juga semakin lihai. Mereka tidak lagi percaya pada fasiltas perbankan konvensional seperti transfer dana dari satu rekening ke rekening lain. Apalagi, sekarang ada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang memiliki kewenangan untuk menembus “tembok” perbankan yang selama ini terkesan kokoh.

Bentuk kelihaian para pelaku korupsi, salah satunya terlihat dari semakin populernya penggunaan travelers check (travellers cheque) atau diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi cek perjalanan atau populer juga disebut cek pelawat. Alat ini belakangan menjadi pilihan favorit para pelaku korupsi, khusus dalam perkara suap atau gratifikasi. Pertanyaannya, apa sih kelebihan cek pelawat sehingga banyak dipakai untuk transaksi korupsi?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, mari kita ulas terlebih dahulu “apa itu cek pelawat”. Dikutip dari laman www.bankingglossary.net, travelers check adalah tipe cek yang sengaja diadakan untuk orang yang berpergian, untuk kepentingan bisnis atau berlibur. Si orang yang akan berpergian itu akan membayar terlebih dahulu cek tersebut dengan jumlah tertentu. Lalu, cek itu akan dicairkan oleh perusahaan penerbit berdasarkan permintaan.

Definisi lebih rinci diberikan oleh laman Wikipedia, traveler’s cheque (traveller’s cheque, travellers cheque, traveller’s check, atau traveler’s check) adalah bentuk cek dengan jumlah tertentu yang dibuat agar pihak yang menandatangani cek tersebut dapat memberikannya kepada pihak lain dengan pembayaran tak bersyarat.

Sementara, kamus yang terpampang di laman resmi Bank Indonesia memberikan definisi sebagai berikut, “alat pembayaran semacam cek, diciptakan untuk orang bepergian dan dapat diuangkan pada kantor-kantor bank yang mengeluarkan atau pada pihak-pihak yang ditunjuk; dapat dibayar oleh perusahaan yang mengeluarkannya dan dijual dengan angka nominal tertentu dan dijamin dari kehilangan atau pencurian; cek tadi diterima sebagai pengganti uang tunai oleh para pedagang, dapat dicairkan di kantor-kantor tertentu (travellers check traveler’ s Cheque)”.

Kembali ke laman Wikipedia, sejarah cek pelawat dimulai ketika pada 1 Januari 1772 London Credit Exchange Company menerbitkan cek pelawat untuk 90 kota di Benua Eropa. Lalu, sekitar tahun 1874, Thomas Cook, sebuah perusahaan perjalanan, menerbitkan surat edaran yang menandai penggunaan cek pelawat. Setelah itu, pada tahun 1891, American Express, perusahaan jasa keuangan terbesar di Amerika Serikat, menjadi perusahaan pertama yang mengembangkan sistem cek pelawat berskala besar.

Dari karakteristiknya, dikutip dari lama Wikipedia, cek pelawat memiliki beberapa keunggulan. Di antaranya, cek pelawat dapat diganti jika hilang atau dicuri dengan syarat sang pemilik dapat menunjukkan tanda terima pembelian cek yang mencantumkan nomor seri. Lalu, cek pelawat juga sangat berguna bagi orang yang berpergian karena tidak memiliki batas waktu. Artinya, cek pelawat bisa diuangkan kapan saja.

Dengan kelebihan itu, sekilas dapat dipahami bahwa cek pelawat memang cukup “menggiurkan” bagi para pelaku korupsi. Ilustrasinya, mungkin bisa seperti ini, si A hendak menyuap B yang berstatus penyelenggara negara dengan sejumlah uang. Agar tidak terdeteksi aparat penegak dengan mudah, A tentunya tidak akan menyerahkan uang suap itu secara tunai.

Pilihannya adalah melalui jasa perbankan, tetapi jika dengan metode transfer bank tentunya akan menarik perhatian penegak hukum. Apalagi, jika jumlah yang akan ditransfer cukup besar, PPATK akan dengan mudah mendeteksinya. Cara mengakalinya, A menyetorkan uang ke bank dalam bentuk cek pelawat. Lalu, lembaran cek pelawat itu diserahkan kepada si penyelenggara negara yang akan disuap. Dengan memegang lembaran itu, maka si penerima suap dapat mencairkan dana kapan saja dan dimana saja.

Cek Pelawat dalam Kasus Korupsi

Kasus

Terdakwa

Jenis

Jumlah

Pengadaan alkes flu burung tahun 2006 di Kemenko Kesra

Mantan Sekretaris Menko Kesra Sutedjo Yuwono

Mandiri Travellers Check (MTC) dan BNI Cek Multi Guna

Rp200 juta

Pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004

Poltak Sitorus (alm), Agus Condro, Max Moein, Rusman Lumbantoruan, Willem Max Tutuarima, Asep Ruchimat Sudjana, Teuku Muhammad Nurlif, Reza Kamarullah, Baharuddin Aritonang, Ni Luh Mariani, Sutanto, Soewarno, Matoes Pormes, dan Hengky Baramuli

Cek BII

Total nilai Rp23 miliar, 480 lembar @Rp50 juta

Proses rekomendasi alih fungsi hutan tanjung api-ap

Al Amin Nur Nasution

Mandiri Travellers Check (MTC)

Total nilai Rp75 juta, 3 lembar @Rp25 juta

Korupsi Penyusunan APBD Perubahan Kota Tomohon, Sulawesi Utara

Walikota non aktif Tomohon Jefferson Soleiman Montesqiue Rumajar

Cek BII

Rp136 juta

Pengamanan Pilkada Jabar

Susno Duadji

Mandiri Travellers Check (MTC)

70 lembar @Rp25 juta

Data: dari berbagai sumber, diolah (M-10)

Tren penggunaan cek pelawat sebagai alat transaksi korupsi menjadi perhatian penegak hukum seperti PPATK dan KPK. Kepala PPATK Yunus Husein mengakui cek pelawat memang memiliki sejumlah “keunggulan” sehingga menjadi cukup populer dalam kasus korupsi. Menurut Yunus, cek pelawat bahkan dapat dikategorikan sebagai produk perbankan dengan “high risk” dari kacamata tindak pidana pencucian uang. Pasalnya, penggunaan cek pelawat tidak perlu menyebutkan nama si penerima. Jadi, yang dapat ditelusuri hanyalah siapa pihak pembeli pertama.

“Sekarang ini banyak bank yang menerbitkan instrumen transaksi seperti ini (cek pelawat) karena tidak merepotkan bank dari sisi administrasi. Keuntungan bank menerbitkan TC karena tidak mengeluarkan biaya bunga,” Yunus menambahkan, ditemui hukumonline di sela-sela acara seminar internasional tentang Justice Collaborators di Jakarta, pekan lalu.

Menyambung penjelasan Yunus Husein, Ketua Kelompok Regulasi PPATK Fithriadi Muslim mengatakan melacak modus korupsi yang menggunakan cek pelawat sebenarnya tidak sulit. Karena cek pelawat adalah bagian dari produk perbankan, maka transaksinya pasti tercatat.

“Modus seperti itu bisa dilacak. Bank yang mengeluarkan TC itu bisa dilihat, setiap yang mencairkan pun, bank otomatis pasti minta identitas,” ujar Fithriadi, ditemui hukumonline dalam sebuah acara seminar tentang money laundering di Jakarta, Selasa (19/7).

Meskipun menilai cukup mudah, tetapi Fithriadi mengatakan kewenangan PPATK masih terbatas dalam melacak modus korupsi dengan menggunakan cek pelawat. “PPATK terbatas kewenangannya, tidak bisa menyidik orang. Jadi sumber informasinya dari bank, dikeluarkan dimana, dicairkan dimana. (namun) Intinya bisa terlacak,” tukasnya masih optimis.

Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah juga mengakui bahwa cek pelawat memang cukup “menggiurkan” bagi pelaku korupsi. Dia memaparkan beberapa keunggulan cek pelawat antara lain bentuknya tipis tetapi nilainya besar, tidak memiliki batas waktu pencairan (expire date), dan dapat dicairkan oleh si pembawa.

“KPK sendiri tidak menilai suap dengan TC (traveler’s cheque) mudah atau sulit untuk dibuktikan. Tapi, karena masuk dalam transaksi perbankan, maka semua tercatat. Itu yang penting, transaksi sebesar apapun harusnya tercatat, karena untuk memberantas korupsi kuncinya adalah transparansi,” tutur Chandra Hamzah, melalui sambungan telepon kepada hukumonline, Jumat silam (15/7).

Terlepas dari sulit atau mudahnya, penegak hukum semestinya segera mempersenjatai diri mereka dengan pengetahuan dan ketrampilan yang lebih canggih dari para pelaku korupsi. Penggunaan cek pelawat sangat mungkin akan digantikan dengan modus yang lebih canggih nantinya. Maka dari itu, peningkatan kapasitas SDM serta penguatan kewenangan lembaga penegak hukum sangat dibutuhkan untuk menangkal perkembangan modus kasus-kasus korupsi di negeri ini.

(sumber : Hukumonline.com)